MACAM-MACAM EKOSISTEM BESERTA CIRI-CIRI,KARAKTERISTIK DAN PERAN DALAM EKOSISTEM



Ekosistem Estuari


A.    Karakteristik (ciri-ciri) Estuaria :

Karakteristik ( ciri – ciri ) ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :

  1. Keterlindungan : Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan. 
  2. Kedalaman : Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal). 
  3. Salinitas air : Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung biota yang padat. 
  4. Sirkulasi air : Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton. 
  5. Pasang : Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
  6. Penyimpanan dan pendauran zat hara : Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
B.     Jenis – Jenis
Estuari sebagai sebuah ekosistem memiliki macam-macam tipe dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
  1. Perbedaan Salinitas di wilayah estuari mengakibatkan terjadinya proses pergerakan massa air. Air asin yang memiliki massa jenis lebih besar dibandingkan dengan air tawar menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar ke permukaan menuju laut. Sistem sirkulasi seperti inilah yang menyebabkan terjadinya proses up-welling. Yaitu proses pergerakan antar massa air laut dan tawar yang menyebabkan terjadinya stratifikasi atau tingkatan-tingkatan salinitas. Sehingga terbentuklah beberapa tipe estuari, yaitu:
a.       Estuari positif (baji garam)
Estuari tipe ini memiliki ciri khas yaitu gradien salinitas di permukaan lebih rendah dibandingkan dengan salinitas pada bagian dalam atau dasar perairan. Rendahnya salinitas di permukaan perairan disebabkan karena air tawar yang memiliki berat jenis lebih ringan dibanding air laut akan bergerak ke atas dan terjadi percampuran setelah beberapa saat kemudian. Kondisi ini, juga dapat disebabkan pula oleh rendahnya proses penguapan akibat sedikitnya intensitas matahari yang masuk pada wilayah estuari. Tipe estuari ini dapat ditemukan di wilayah sub tropis yang mana terjadinya penguapan rendah dan volume air tawar yang relatif banyak. Sedangkan untuk wilayah tropis sendiri, dapat pula ditemukan tipe ini apabila terjadi musim penghujan. Yang mana intensitas cahaya matahari pada musim tersebut sedikit dan massa air tawar yang masuk lebih besar(Knox, 1986).
b.      Estuari negatif
Estuaria tipe ini biasanya ditemukan di daerah dengan sumber air tawar yang sangat sedikit dan penguapan sangat tinggi seperti di daerah iklim gurun pasir. Keadaan dari estuari tipe ini dikarenakan oleh air laut yang masuk ke daerah muara sungai melewati permukaan sehingga mengalami sedikit pengenceran karena bercampur dengan air tawar yang terbatas jumlahnya. Lalu tingginya intensitas cahaya matahari menyebabkan penguapan sangat cepat sehingga air permukaan hipersalin (banyak mengandung garam) (Knox, 1986).
c.       Estuari sempurna
Percampuran sempurna menghasilkan salinitas yang sama secara vertical dari permukaan sampai ke dasar perairan pada setiap titik. Estuaria seperti ini kondisinya sangat tergantung dari beberapa faktor antara lain: volume percampuran masa air, pasang surut, musim, tipe mulut muara dan berbagai kondisi khusus lainnya. Estuaria percampuran sempurna kadang terjadi atau ditemukan di daerah tropis khususnya ketika volume dan kecepatan aliran air tawar yang masuk ke daerah muara seimbang dengan pasang air laut serta ditunjang dengan mulut muara yang lebar dan dalam (Knox, 1986).

2.      Berdasarkan Geomorfologi, Iklim, dan Sejarah Geologinya estuari dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
a.       Estuari dataran pesisir
Estuari ini terbentuk pada akhir jaman es, ketika permukaan laut menggenangi lembah sungai yang letaknya lebih rendah dibanding dengan permukaan laut itu sendiri.
b.      Estuari tektonik
Terjadi karena turunnya permukaaan daratan sehingga daerah tertentu khususnya didekat pantai digenangi air.
c.       Estuari semi-tertutup (gobah)
Terbentuk karena adanya gumuk pasir yang sejajar dengan garis pantai dan sebagian wilayahnya memisahkan perairan yang terdapat dibelakang gumuk dengan air laut. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya gumuk yang merupakan tempat penampungan bagi air tawar dari daratan. Salinitas yang terdapat dalam gobah bervariasi tergantung keadaan iklim, ada tidaknya aliran sungai yang masuk, dan luas wilayah gumuk pasir membatasi masuknya aliran air laut yang masuk.
d.      Fjord
Tipe ini sebenarnya adalah lembah yang telah mengalami pendalaman akibat gleiser. Kemudian kubangan yang terbentuk digenangi air laut. Tipe ini memiliki ciri khas berupa suatu ambang yang dangkal pada mulut muaranya (Kramer et al, 1994).

Jenis Flora dan Fauna (komponen biotik) yang hidup di ekosistem perairan Estuari
Lingkungan estuari merupakan kawasan yang sangat penting bagi berjuta hewan dan tumbuhan.  Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuari umumnya di tumbuhi dengan tumbuhan khas yang disebut Mangrove.  Tumbuhan ini mampu beradaptasi dengan genangan air laut yang kisaran salinitasnya cukup lebar. Pada habitat mangrove ini lah kita akan menemukan berjuta hewan yang hidupnya sangat tergantung dari kawasan lingkungan ini. 
Komponen biotik merupakan komponen-komponen yang terdiri atas makhluk hidup. Komponen biotik yang terdapat pada Ekosistem Estuari dapat dikelompokan menjadi:
a.       Organisme autotrop, merupakan organisme yang dapat mengubah bahan organik menjadi anorganik (dapat membuat makanan sendiri). Organisme autotrop dibedakan menjadi dua tipe:
-          Fotoautotrop adalah organisme yang dapat menggunakan sumber energi cahaya untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Contohnya adalah tumbuhan hijau pada ekosistem estuari.
-          Kemoautotrop adalah organisme yang dapat memanfaatkan energi dari reaksi kimia untuk membuat makanan sendiri dari bahan organik (Welch, 1953).
Berbagai organisme autotrof ini bertindak sebagai produsen, karena kemampuannya untuk mengubah zat anorganik menjadi organik yang dibutuhkan oleh organisme lain yang dapat pula disebut sebagai produsen. Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis alga, antara lain alga berfilamen seperti Enteromorpha sp. dan Padina sp. Di dalam kolam air estuari dijumpai fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata.
b.      Organisme heterotrop, adalah organisme yang memperoleh bahan organik dari organisme lain. Contohnya hewan, jamur, dan bakteri non autotrop dapat disebut sebagai konsumen.
Estuari kaya akan sumber makanan bagi konsumen primer dari rantai makanan. Sumber makanan utama diperoleh dari besarnya jumlah detritus yang melimpah di dalam kolam air dan di dasar estuari. Sebagian besar hewan konsumen primer terdapat di dasar estuari, seperti teritip (Krustasea, Cirripedia), kerang dan keong (Bivalvia dan Gastropoda) yang berada di permukaan dasar estuari, ataupun hewan lainnya yang hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Juga tak kalah dengan predator besar, seperti: Baronang, Kerapu, Kepiting, Cucut, dan Salmon (Nontji, 1993).
c.       Organisme Pengurai atau dekomposer
Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai di daerah estuari adalah kepiting, kerang-kerangan, bakteri, cacing laut, dan jamur.

C.    Peran ekologis estuaria
Secara singkat peran ekologi estuaria yang penting adalah sebagai berikut:
a)      Merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi bagian estuari yang jauh dari garis pantai maupun yang berdekatan denganya lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
b)      Menyediakan habitat bagi sejumlah spesies ikan yang ekonomis penting sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makan (feeding ground).
c)      Memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan udang yang hidup dilepas pantai, tetapi bermigrasi keperairan dangkal dan berlindung untuk memproduksi dan/atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery ground) anak mereka.
d)     Sebagai potensi produksi makanan laut di estuaria yang sedikit banyak didiamkan dalam keadaan alami. Kijing yang bernilai komersial (Rangia euneata) memproduksi 2900 kg daging per ha dan 13.900 kg cangkang per ha pada perairan tertentu di texas.
e)      Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman
f)       Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan
g)       Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industry



EKOSISTEM TERUMBU KARANG


A.    Karakteristik Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel.Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi ( Ambalika, 2012).
Terumbu Karang adalah bentukan dari kumpulan hewan dan tumbuhan yang saling bekerjasama membangun sebuah komunitas bersama. Dan jika kita perhatikan secara seksama, terumbu merupakan kumpulan dari hewan - hewan kecil yang bernama POL/P. Polip inilah yang tumbuh bersama - sama dengan tumbuhan kecil lainnya yang disebut ZOOXNATHELLAE ( baca : zo-zan-the-Iee). Ekosistem adalah Iingkungan hidup (Habitat) serta makhluk penghuninya yang saling mempengaruhi. Terumbu Karang hidup di perairan laut yang tidak datam, dengan suhu perairan antara 22 hingga 270 Celcius dengan kandungan zat kapur yang tinggi (LIPI, 2007).
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini memiliki produktivitas organik yang sangat tinggi. Demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau karang yang produktifif hingga kadang-kadang terumbu karang ini diandaikan seperti oase di tengah gurun pasir yang gersang. Komponen biota yang terpenting dari terumbu karang ialah hewan kerangka batu, hewan yang tergolong Scleractina yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Nontji, 1987).

B.     Jenis – Jenis
    Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Jenisnya
Ada dua jenis terumbu karang yaitu :
1.      Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
2.      Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.

Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya
Terumbu karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :
1.         Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2.         Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
3.         Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
4.         Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.

Organisme Yang Berasosiasi Pada Ekosistem Terumbu Karang
Jenis biota yang berasosiasi merupakan kelompok biota yang khas penghuni daerah terumbu karang. Beberapa diantaranya bahkan jarang ditemukan pada ekosistem yang lain. Tatanan sistematika hidup organisme laut terbagi atas dua kelompok besar, yakni tanaman dan hewan. Beranekaragam jenis tumbuhan dan hewan yang melimpah dan bermacam-macam dapat ditemukan di dalam ekosistem terumbu karang. Jenis tumbuhan yang biasanya ditemukan hidup di daerah ekosistem terumbu karang adalah alga (rumput laut). Rumput laut yang banyak ditemukan di daerah terumbu karang adalah jenis selada laut (Ulva), Anggur laut (Caulerpa), yang termasuk ke dalam jenis alga hijau serta rumput laut Eucheuma dan jamur laut (Padina) yang termasuk ke dalam jenis alga coklat. Jenis hewan yang ada biasanya dari jenis sponge, hydra dan ubur-ubur, Anemon laut dan karang lunak, mollusca, crustacea, ikan karang, dan reptilia laut.
Pola interaksi dari bermacam-macam jenis organisme yang ada di dalam ekosistem terumbu karang juga sangat bermacam-macam. Mulai dari pola interaksi mutualisme, komensalisme, parasitisme, predatorisme (grazing. Jenis hewan yang biasanya banyak ditemukan adalah dari filum Echinodermata, yaitu bintang laut, bintang ular, bulu babi, lilia laut dan teripang. Hewan Echinodermata dapat ditemui di hampir semua ekosistem, namun keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada ekosistem terumbu karang.
Salah satu contoh dari pola interaksi mutualisme yang ada di daerah terumbu karang adalah ikan Giru dan Anemon laut. Masing-masing dari organisme tersebut mendapat keuntungan, ikan Giru mendapat perlindungan dari predator dengan bersembunyi di antara Anemon laut. Anemon laut mendapat keuntungan dalam hal pengadukan air, karena pergerakan aktif dari ikan Giru, nutrien yang ada di sekitar Anemon laut akan melayang-layang dan mudah untuk ditangkap (Coremap, 2006).
Kebanyakan jenis hewan yang beraosiasi dengan ekosistem terumbu karang adalah jenis-jenis hewan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satunya adalah dari jenis mollusca, yaitu tiram, siput, cumi-cumi, gurita, sotong, dan lain-lain. Hewan yang ada pada ekosistem terumbu yang baik biasanya akan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya nutrisi dan bahan makanan yang tersedia di dalam ekosistem terumbu karang (Coremap, 2006).

C.    Peranan Ekosistem Terumbu Karang
·         Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
·         Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi
·         Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.
·         Penunjang Kehidupan
Oleh karena terumbu karang merupakan suatu ekosistem, maka ia menunjang kehidupan berbagai jenis makhluk hidup yang ada di sekitar terumbu karang.  Dengan adanya terumbu karang maka tumbuhan dan hewan laut lainnya dapat tinggal, mencari makan dan berkembang biak di terumbu karang.\
Contohnya hewan-hewan laut seperti lili laut, kerang, cacing, dan tumbuhan alga dapat menempel pada koloni karang keras.  Ikan-ikan dapat mencari makan dan bersembunyi dari incaran hewan pemangsa di balik koloni karang keras.
·         Mengandung Keanekaragaman Hayati yang Tinggi
Jika hutan hujan tropis memiliki biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem lainnya dalam tingkatan spesies, terumbu karang memiliki biodiversitas tertinggi dalam tingkatan filum.  Terumbu karang juga  merupakan ekosistem dengan biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem pesisir dan laut lainnya, dalam unit skala tertentu.  Artinya dalam luas 1 km2 di wilayah terumbu karang mengandung lebih banyak spesies dibandingkan dengan 1 km2 di wilayah laut dalam.
Terumbu karang di Indonesia terkenal dengan kekayaan dari biodiversitasnya.  Dari sekitar 800 spesies karang keras yang berhasil diidentifikasi di dunia, sekitar 450 di antaranya ditemukan di Indonesia.  Spesies ikan karang  Indonesia sendiri mencapai lebih dari 2.400 spesies (Tomascik dkk., 1997).
Mengapa biodiversitas menjadi penting ?  Dengan memiliki biodiversitas yang tinggi, maka itu akan menjadi sumber keanekaragaman genetik dan spesies.  Dengan adanya keanekaragaman genetik yang tinggi maka akan ditemukan banyak variasi dalam makhluk hidup sehingga tingkat ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan bertahan hidup suatu makhluk hidup dapat menjadi lebih tinggi.  Selain itu dengan begitu banyaknya spesies maka akan dapat dimanfaatkan untuk sebagai sumber pangan dan obat-obatan.
·         Pelindung Wilayah Pantai
Terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau merupakan ekosistem yang saling berhubungan.  Terumbu karang-lah yang pertama kali menghalau ombak besar dari laut, agar tidak merusak daratan.  Kemudian ombak tiba di padang lamun maka energinya akan diperkecil lagi oleh daun-daun tumbuhan lamun.  Ketika ombak tiba di dekat pantai, maka akar dan batang pohon-pohon mangrove akan memperkecil lagi energi ombak, sehingga ombak tidak merusak pantai.  Dengan demikian kehidupan di sekitar pantai akan terlindung.  Terumbu karang bermanfaat dalam menghalangi pengikisan akibat energi ombak dan arus, sehingga masalah abrasi pantai akan lebih mudah diatasi.
·         Mengurangi Pemanasan Global
Mungkin kita telah mengetahui bahwa hutan hujan tropis merupakan “paru-paru dunia” dimana menyerap gas CO2 hasil pembakaran sehingga mengurangi pemanasan pada bumi.  Terumbu karang pun dinilai memiliki peran yang sama, karena gas CO2 juga banyak diserap oleh air laut, dan selanjutnya melalui reaksi kimia dan bantuan karang, akan diubah menjadi zat kapur yang menjadi bahan baku terumbu (Muller-Parker & D’Elia, 1997).  Dalam proses yang disebut kalsifikasi ini, karang juga dibantu oleh zooxanthellae (tumbuhan bersel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh karang).  Bagaimana hal itu dapat terjadi akan diterangkan di bagian Biolog Karang.



EKOSISTEM MANGROVE



A.       KARAKTERISTIK EKOSISTEM MANGROVE
Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut:
1.      Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan    bahan-bahan yang  berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2.      Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama.
3.      Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri  Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur. 
4.      Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5ºC dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC. 
5.      Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt. 
6.      Arus laut tidak terlalu deras. 
7.      Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran ombak yang kuat. 
8.      Topografi pantai yang datar/landai.

B.     JENIS – JENIS
Flora Mangrove
Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Folora magrove di bagi atas 3 :
1.         Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
2.         Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3.         Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
Fauna Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.

C.    PERANAN EKOSISTEM MANGROVE
Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :
  1. Habitat satwa langka  Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
  2. Pelindung terhadap bencana alam Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
  3. Pengendapan lumpur  Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
  4. Penambah unsur hara  Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
  5. Penambat racun Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
  6. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ) Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
  7. Transportasi Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
  8. Sumber plasma nutfah  Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
  9. Rekreasi dan pariwisata  Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
  10. Sarana pendidikan dan penelitian Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
  11. Memeliharaproses-proses dan sistem alami Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
  12. Penyerapan karbon  Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
  13. Memelihara iklim mikro  Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
  14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam  Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.



EKOSISTEM PADANG LAMUN

A.    KARAKTERISTIK PADANG LAMUN’
Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.  
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
1.      Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
2.      Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
3.      Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
4.      Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.
5.      Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
6.      Mampu hidup di media air asin
7.      Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).
Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu :
            lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran,pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara 1997).
Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986). Selain itu rasio biomassa di atas dan dibawah substrat sangat bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Burkholder et al. 1959 dalam Zieman 1986).



B.     JENIS – JENIS
Daun menyerap hara langsung dari periran sekitarnya, mempunyai rongga untuk mengapung agar dapat berdiri tegak di air, tapi tidak banyak mengandung serat seperti tumbuhan rumput di darat (Hutomo,1997). Sebagian besar lamun berumah dua,artinya dalam satu tumbuhan hanya ada jantan saja atau betina saja. Sistem pembiakannya ber Lamum di dunia terdiri atas 2 suku, 12 marga dan 50 jenis. Di Indonesia hanya dijumpai 12jenis yang termasuk dalam tujuh marga.

 Jenis-jenis Lamun
Gambar 3. Lamun jenis
 (A) Syringodium isoetifolium;                        (B) Halophila ovalis
(C) Halophila spinulosa;                                 (D) .Halophila minor;
(E) Halophila decipiens;                                 (F) Halodule pinifolia
(G) Halodule uninervis;                                  (H) Thalassodendron ciliatum
(I) Cymodocea rotundata;                              (J) Cymodocea serrulata;
(K)Thalassia hemprichii;                                (L) Enhalus acoroides

C.    PERANAN EKOSISTEM PADANG LAMUN
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut  dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:
1.      Sebagai produsen primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang  (Thayer et al. 1975). Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975). Sebagai habitat  biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan  makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg& Lowestan, 1958). Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam  endauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit. Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai  Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui  tekanan–tekanan dari  arus dan gelombang.Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.  Daun–daun sangat  embantu organisme-organisme epifit. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
2.      Sebagai habitat biota
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi.  Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, Krustasea, Moluska ( Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Selain mempunyai peran sebagai produktivitas primer, lamun juga mempunyai peran penting lain yang mengakibatkan biota disekitar padang lamun memiliki keanekaragaman yang tinggi. Berikut biota yang sering ditemukan dalam ekosistem padang lamun.
3.      Sebagai penangkap sedimen
Daun lamun yang  lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Gingsburg & Lowestan 1958).
4.      Sebagai pendaur zat hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit. Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. ekosistem lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain:
5.      fungsi padang lamun secara ekologis
 Padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari. Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang






EKOSISTEM RUMPUT LAUT

A.    KARAKTERISTIK
·         Ekosistem rumput laut dunia tengah menghadapi krisis lingkungan dan perubahan iklim. Setiap tahun, sebanyak 7% hamparan rumput laut dunia hilang akibat ulah manusia. Tingkat kerusakan ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan dalam jurnal “Global Change Biology” yang disusun oleh Dr. Megan Saunders, peneliti dari Global Change Institute, milik University of Queensland. Ia dan tim bekerja sama dengan Centre of Excellence for Environmental Decisions (CEED) meneliti ekosistem rumput laut dunia.
·         Menurut Dr. Saunders, ancaman terbesar bagi ekosistem rumput laut dunia adalah hilangnya akses terhadap cahaya matahari. Saat kondisi perairan semakin keruh dan dalam akibat ulah manusia serta kenaikan air laut, hamparan rumput laut semakin sulit mendapatkan akses terhadap sinar matahari yang penting bagi pertumbuhannya.
·         Ekosistem rumput laut adalah ekosistem laut yang sering kali “terlupakan”. “Rumput laut tidak banyak mendapatkan perhatian dari media maupun pemangku kebijakan sebagaimana terumbu karang,” tuturnya. Padahal fungsi dari terumbu karang sangat penting bagi samudra dan masyarakat. Rumput laut dapat menyerap emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga peran rumput laut dalam mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim juga besar. Rumput laut menyerap 48-112 juta ton karbon setiap tahun. Saat rumput laut rusak karbon-karbon ini akan terlepas kembali ke atmosfer memicu pemanasan global. Rumput laut juga membersihkan lautan dengan cara menangkap sedimen dan nutrisi yang masuk ke laut. Menurut Dr. Saunders jika kita bisa menjaga luas wilayah rumput laut, kita bisa memerlambat pemanasan global sekaligus mengembalikan potensi perikanan dunia.

B.     JENIS-JENIS
Rumput laut merupakan merupakan salah satu tumbuhan yang masuk ke dalam divisi Thallophyta (tumbuhan berthallus) yaitu suatu tumbuhan yang akar, batang dan daun yang merupakan bentuk dari batang (thallus). Rumput laut memiliki alat perekat atau penempel yang disebut holdfast. Holdfast bukan merupakan akar seperti yang dimiliki tumbuhan tingkat tinggi yang berfungsi menyerap air atau nutrien. Holdfast hanya berfungsi sebagai alat penempel pada substrat yang keras. Selain itu, rumput laut memiliki jaringan yang sederhana; mereka tidak menghasilkan bunga atau benih seperti yang dimiliki tumbuhan tingkat tinggi (Sverdrup et al., 2000). Menurut Pulido dan Mc Cook (2008) rumput laut dapat diklasifikasikan menjadi 3 divisi berdasarkan kandungan pigmennyayang digunakan dalam proses fotosintesis, yaitu: Chlorophyta (hijau), Phaeophyta(cokelat) dan Rhodophyta (merah)
Tabel 1. Jumlah Spesies dan Sifat Hidup Divisi Alga (Soegiharto et al., 1992)
No
Divisi
Jumlah jenis
Proporsi
Sifat Hidup
1
Chlorophyta
7000
13%
Bentos
2
Crysophyta
-Diatome
-Coccolithophoroid



6.000-1000
96%
Planktonik
200
30-50%
Planktonik
3
Phyrophyta
-Dinoflagellata




1,100
93%
Planktonik
4
Phaeophyta
1,500
99,7%
Bentos
5
Rhodophyta
4,000
98%
Bentos
6
Cyanophyta
7,500
75%
Bentos
2.1.1. Phaeophyta (Rumput Laut Cokelat)
 Istilah Phaeophyta berasal dari bahasa yunani “phaios” yang berarti cokelat dan “phyton” tumbuhan: alga cokelat (Pulido dan Mc Cook, 2008). Rumput laut cokelatmerupakan salah satu divisi makroalga dari kelas Phaeophceae yang berbentuk menyerupai seperti lembaran, bulat dan menyerupai batang. Thalus dari alga ini berbentuk filamen, bercabang dan berbentuk seperti lembaran daun. Karakteristik lainnya dari rumput laut tersebut adalah dengan bentuk holdfast yang menyerupai cakram yang digunakan untuk menempel pada substrat. Makroalga divisi Phaeophyta (Alga coklat) hidup di pantai, warna coklat karena adanya pigmen fikosantin (coklat), klorofil a, klorofil b dan xantofil. memiliki bentuk thalli lembaran, bulat atau menyerupai batang. Thallus tersebut berwarna coklat, berbentuk filament bercabang dan bentuk seperti lembaran daun (Dawes, 1981).
Keanekaragaman alga cokelat mencapai lebih dari 250 genus dan 1500 spesies (Norton, et al., 1996 dalam Graham dan Wilcox, 2000). Selain itu biomassa dari divisi Phaeophyta sangat besar baik di perairan laut maupun tawar. Bentuk struktur alga ini terdiri dari ukuran filamen mikroskopik hingga ukuran raksasa seperti giant kelp. Kelp raksasa dapat menghasilkan tingkat produktivitas hingga mencapai 1 kg C m-2 yr -1, dengan tingkat pertumbuhan terbesar pada musim dingin. Alga cokelat dapat membentuk biomassa pada daerah intertidal dan subtidal di seluruh dunia. Daerah pantai yang kaya akan kepadatan Phaeophycean berada di negara seperti Jepang, Amerika utara, Australia bagian Selatan, dan Inggris. Selain itu Phaeophycean tumbuh optimal di perairan tropis dan subtropis (Graham dan Wilcox, 2000)
 Rumput laut cokelat atau disebut juga dengan Phaeophyta umumnya hidup di air laut, khusunya laut yang agak dingin dan sedang. Biasanya hidup pada perairan sublitoral yaitu alga yang berada di bawah permukaan air dan intertidal yaitu alga secara periodik muncul kepermukaan karena naik turun air akibat pasang surut (Graham dan Wilcox, 2000).
2.1.2. Rumput laut Merah (Rhodophyta)
 Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “rhodo” yang berarti cokelat dan “phyton” tumbuhan: alga merah (Pulido dan Mc Cook, 2008). Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis rumput laut merah di Indonesia Rumput laut dari divisi Rhodophyta atau alga merah memiliki ciri thallus berbentuk silindris, pipih dan lembaran. Thallus tersebut berwarna merah, ungu, pirang, cokelat dan hijau (Toni, 2006). Beragamnya warna yang dihasilkan makroalga ini disebabkan oleh pigmen caroten, fuxoxanthin serta klorofil-a dan c. Dilihat dari bentuknya kelompok rumput laut ini memiliki ukuran dan bentuk yang beragamKelompok makroalga merah sebagian besar bersifat epifit, tumbuh di permukaan substrat yang keras seperti batu dan cangkang kerang. Alga merah hidup di daerah intertidal dan sub-tidal perairan yang dalam (Dhargalkar dan Kavlekar, 2004).
Lobban dan Wynne (1981) melaporkan bahwa terdapat sebanyak 4100 spesies dalam 675 genus Rhodophyta atau alga merah di dunia. Namun di Indonesia menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis rumput laut merah di Indonesia. Rhodophyta terbagi menjadi 2 kelas yaitu Florideophyceae dan Bangiophycidae. Menurut Dixon (1973) dalam Lobban dan Wynne (1981) kelas Florideophyceae memiliki 12 famili dimana 3 famili dari kelas ini (8 genus dan 90 spesies) hidup di periran tawar. Selebihnya sebanyak 8 famili dari kelas Florideophyceae hidup di laut. Sementara itu 1 famili, Acrochaetaetiaceae tersebar baik di perairan tawar maupun laut. Kelas Bangiophycidae memiliki 5 ordo, 30 genus dan 110 spesies. Sebagian besar spesies dari kelompok ini hidup di perairan tawar. Rhodophyta umumnya bersifat autotrof, ada juga yang heterotrof, yaitu yang tidak memiliki kromatofora dan biasanya parasit pada ganggang lain. Rumput laut dari jenis ini hidup di perairan yang lebih dalam dibandingkan rumput laut cokelat (Phaeophyta) (Luning, 1990)
2.1.3. Rumput laut hijau (Chlorophyta)
Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “chloro” yang berarti hijau dan “phyton” tumbuhan: alga hijau (Pulido dan Mc Cook, 2008). Rumput laut hijau dikenal sebagai Chlorophyta karena mereka tampak berwarna hijau seperti kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi dan bersifat uniseluler maupun multiseluler. Dilihat dari ukurannya, jenis alga hijau ini terdiri dari berukuran mikroskopik dan makroskopik (Dhargalkar dan Kavlekar, 2004). Rumput laut ini memiliki thallus berbentuk membran, filamen, dan tabung (Toni. 2006). Hal ini disebabkan keberadaan klorofil yang terdapat pada alga hijau tersebut.

C.    PERANAN
Pemanfaatan Rumput Laut
Rumput laut dari jenis algae merah lebih banyak dibudidayakan dibandingkan rumput laut dari jenis algae hijau dan coklat. Untuk algae coklat baru Sargasum yang mendapatkan perhatian, itupun masih sebatas penelitian, sedangkan untuk usaha budidaya sampai saat ini belum dikembangkan. Algae coklat menghasilkan Alginat. Sementara itu rumput laut merah khususnya jenis Eucheuma menghasilkan polisakarida dalam bentuk Agar dan Karagenan. Kedua polisakarida ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang industri. Oleh karena itu mereka mempunyai nilai secara ekonomis cukup tinggi. Dan permintaan pasar dunia akan kedua polisakarida tersebut dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Secara umum ketiga hasil metabolit sekunder tiga jenis rumput laut di atas memiliki fungsi yang sama dalam dunia industri yaitu digunakan sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil dan pengemulsi.
Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan makanan, kosmetika dan obat-obatan tradisional sudah lama dikenal oleh masyarakat. Sedangkan pemanfaatannya sebagai bahan industri yang memungkinkan untuk diekspor atau bahkan sebagai bahan energi alternatif (blue ocean energy) baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini, sehingga merangsang pengembangan untuk budidaya rumput laut
·         Agar
Pemanfaatan utama dari agar adalah "melting point "nya yang tinggi. Dalam dunia farmasi agar digunakan sebagai laxative untuk constipation yang kronis, sering dengan penambahan obat-obatan anthraquinone, sebagai motor obat serta sebagai substrat untuk kultur bakteri agar juga memainkan peranan yang penting. Agar juga bekerja sebagai stabiliser untuk emulsi, constituent of ointment, lotion, dll. Hawkins dan O'Neill melaporkan bahwa granuloma akan muncul setelah diinjeksi dengan agar. Menurut Gerber dkk, agar dan juga karagenan melindungi embrio ayam melawan infeksi yang disebabkan virus influense B dan mump-virus. Agar juga dimanfaatkan dalam dunia Kedokteran Gigi. Dalam pratikum di laboratorium agar dimanfaatkan secara optimal untuk beberapa penelitian. Agar juga dimanfaatkan dalam dunia tehnologi pangan dan industri.
·         Agarose.
Penggunaan agarose dalam Immunologi adalah yang sangat menarik sekali. Agarose gel telah membuktikan lebih banyak digunakan daripada agar gel yang tidak terfraksionasi, karena kandungan sulfat yang rendah dan sebab memberikan gel yang jernih. Guiseley melaporkan tentang viscometric determination dari agarose. Ahli Virologi dan Bakteriologi memerlukan produk agar dengan titik didih yang rendah.
·         Karagenan.
Karagenan adalah ekstrak yang tidak berubah dari karagenofit. Carrageenate adalah garam tertentu dari asam karagenik. Karagenan adalah hidrokoloid yang mengandung sulfat tinggi. Karagenan sering kali digunakan dalam industri farmasi sebagai pengemulsi (sebagai contoh dalam emulsi minyak hati), sebagai larutan granulation dan pengikat (sebagai contoh tablet, elexier, sirup, dll). Karagenan digunakan juga dalam industri kosmetika sebagai stabiliser, suspensi dan pelarut. Produk kosmetik yang sering menggunakan adalah salep, kream, lotion, pasta gigi, tonic rambut, stabilizer sabun, minyak pelindung sinar matahari, dll. Selain itu ada beberapa kemungkinan dari aplikasi karagenan dalam industri teknologi pangan dan telah banyak dilakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah ini. Selain tehnik ynag berkualitas, karagenan itu juga digunakan dalam industri kulit, kertas, tekstil, dll.
·         Klorofil
Klorofil dibentuk melalui proses fotosintesis di dalam tanaman disimpan pada bagian daun tanaman. Klorofil kaya akan sumber mineral alami, vitamin, protein, elemen dan mikro-nutrien. Semua zat-zat tersebut penting untuk menjaga kesehatan, terutama menyeimbangkan kandungan asam dan basa di dalam tubuh. Membersihkan dan mengeluarkan racun dari dalam tubuh secara sangat alami dan tanpa efek samping. Membantu menyeimbangkan hormon dan kandungan asam basa dalam tubuh yang memang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia guna memaksimalkan kondisi tubuh yang sehat dan prima, mengandung banyak serat. memberikan pemeliharaan nutrisi dalam pembentukan darah untuk meningkatkan kadar oksigen dan jumlah sel darah merah dalam tubuh manusia.
Informasi terbaru saat ini adalah bahwa struktur kimia dari senyawa klorofil memiliki bentuk yang hampir sama atau memiliki kemiripan dengan struktur kimia hemoglobin. Artinya informasi ini bisa dikembangkan lebih lanjut bila melihat kemiripan sacara struktural senyawanya ada kemungkinan klorofil juga dapat menggantikan peran dari hemoglobin dengan kata lain subsitusi darah menggunakan klorofil mungkin dapat terjadi. Dengan demikian kita tidak akan kehabisan stok darah.
·         Energi Alternatif
Keberadaan rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. Rumput laut sebagai biodisel dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Dimana, 1 ha lahan rumput laut dapat menghasilkan 58.700 liter (30% minyak) pertahunnya atau jauh lebih besar dibandingkan jagung (172 liter/tahun) dan kelapa sawit (5.900 liter/tahun). Selain itu, rumput laut juga tidak dihadapkan pada masalah baru pada saat didorong sebagai sumber energi karena rumput laut tidak dikonsumsi setiap hari, dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama.

Kajian Ekonomi, Sosial, Ekologi dan Biologi
Aspek ekonomis, rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Selain itu, rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan menghasilkan bahan algin, karaginan dan fluseran yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, tekstil, dan lain sebagainya.
Dari sudut pandang lain budidaya rumput laut sangat menguntungkan karena dalam proses budidayanya tidak banyak menuntut tingkat keterampilan tinggi dan modal yang besar, sehingga dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga nelayan termasuk ibu rumah tangga dan anak-anak. Selain itu masa panen atau produksinya relatif singkat jika dibandingkan dengan budidaya laut yang lain misalnya bandeng, udang dan kerang. Pangsa pasar rumput laut juga sangat luas baik dalam ataupun luar negeri. Bahkan untuk tingkat konsumsi (pasar) taraf lokalpun para pembudidaya masih kualahan untuk mencukupinya, belum lagi ditambah permintaan luar negeri yang kian hari semakin meningkat, bahkan bisa dikatakan tidak terbatas.
Ditinjau dari sisi lahan, usaha budidaya rumput laut tidak banyak kendala. Budidaya dapat dilakukan dihampir seluruh perairan laut nusantara, namun tergantung pada jenis dan metode budidayanya serta jenis rumput laut yang akan di budidayakan. Dari sisi penerapan teknologi, budidaya rumput laut juga jauh lebih mudah, efisien serta ekonomis dibandingkan teknologi yang digunakan dalam budidaya produk kelautan lainnya. Dengan adanya aktifitas budidaya tentunya keuntungan yang bisa didapatkan diantaranya; berkurangnya jumlah pengangguran, meningkatnya pendapatan masyarakat, bertambahnya pendapatan asli daerah (PAD), persaingan usaha semakin ketat sehingga roda perekonomian akan terus berjalan dan terciptanya iklim usaha yang kondusif dan pada akhirnya akan tercipta kesejahteraan hidup masyarakat.
Aspek Sosial, perkembangan usaha budidaya rumput laut memberikan keuntungan bagi kehidupan masyarakat disekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dukungan dari masyarakat sekitar dan nelayan yang beroperasi diperairan sekitar lokasi budidaya sangat diperlukan. Dengan adanya usaha budidaya rumput laut ini dan juga tersedianya potensi pasar yang luas diharapkan mampu menumbuhkan semangat kerja dan semangat berwirausaha masyarakat setempat.
Aspek ekologis, komoditas rumput laut memberikan banyak manfaat terhadap lingkungan sekitarnya antara lain adalah dapat mengkonservasi lahan pesisir terhadap berbagai aktivitas penangkapan yang tidak berwawasan lingkungan, seperti penggunaan racun/bom untuk penangkapan ikan. Rumput laut juga merupakan salah satu bagian penting dari ekosistem pesisir, yang secara ekologis memiliki peranan dan fungsi ekologis yang sama dengan ekosistem pesisir lainnya seperti; mangrove, lamun dan karang. Selain untuk mendapatkan keuntungan secara ekonimis, diharapkan usaha budidaya ini juga merupakan salah satu cara untuk melestarikan ekosistem rumput laut itu sendiri dan juga turut serta dalam upaya mengembangkannya yaitu melalui memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya dengan teknik kloning dan sistem kultur.
Aspek biologis, rumput laut memiliki klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis di perairan. Sehingga tumbuhan ini memegang peranan sebagai produsen primer penghasil bahan organik dan oksigen di lingkungan perairan. Aspek dampak lingkungan, sebagaimana biasanya, budidaya pasti mensyaratkan lokasi yang bebas dari polusi dan pencemaran air. Selama masa pemeliharaan sampai dengan masa panen, rumput laut tidak diberikan pakan, akan tetapi rumput laut mendapatkan makanan dan nutrisi dari yang tersedia di perairan laut. Dengan demikian budidaya rumput laut ini tidak mencemari dan merusak lingkungan disekitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar