Ekosistem
Estuari
A.
Karakteristik
(ciri-ciri) Estuaria :
Karakteristik ( ciri – ciri )
ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :
- Keterlindungan : Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.
- Kedalaman : Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
- Salinitas air : Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung biota yang padat.
- Sirkulasi air : Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.
- Pasang : Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
- Penyimpanan dan pendauran zat hara : Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
Estuari sebagai sebuah ekosistem memiliki macam-macam
tipe dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
- Perbedaan Salinitas di wilayah estuari mengakibatkan terjadinya proses pergerakan massa air. Air asin yang memiliki massa jenis lebih besar dibandingkan dengan air tawar menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar ke permukaan menuju laut. Sistem sirkulasi seperti inilah yang menyebabkan terjadinya proses up-welling. Yaitu proses pergerakan antar massa air laut dan tawar yang menyebabkan terjadinya stratifikasi atau tingkatan-tingkatan salinitas. Sehingga terbentuklah beberapa tipe estuari, yaitu:
a. Estuari
positif (baji garam)
Estuari
tipe ini memiliki ciri khas yaitu gradien salinitas di permukaan lebih rendah
dibandingkan dengan salinitas pada bagian dalam atau dasar perairan. Rendahnya
salinitas di permukaan perairan disebabkan karena air tawar yang memiliki berat
jenis lebih ringan dibanding air laut akan bergerak ke atas dan terjadi
percampuran setelah beberapa
saat kemudian. Kondisi ini, juga dapat disebabkan pula oleh rendahnya proses
penguapan akibat sedikitnya intensitas matahari yang masuk pada wilayah
estuari. Tipe estuari ini dapat ditemukan di wilayah sub tropis yang mana
terjadinya penguapan rendah dan volume air tawar yang relatif banyak. Sedangkan
untuk wilayah tropis sendiri, dapat pula ditemukan tipe ini apabila terjadi
musim penghujan. Yang mana intensitas cahaya matahari pada musim tersebut sedikit dan massa air
tawar yang masuk lebih besar(Knox, 1986).
b. Estuari
negatif
Estuaria
tipe ini biasanya ditemukan di daerah dengan sumber air tawar yang sangat
sedikit dan penguapan sangat tinggi seperti di daerah iklim gurun pasir.
Keadaan dari estuari tipe ini dikarenakan oleh air laut yang masuk ke daerah
muara sungai melewati permukaan sehingga mengalami sedikit pengenceran karena
bercampur dengan air tawar yang terbatas jumlahnya. Lalu tingginya intensitas
cahaya matahari menyebabkan penguapan sangat cepat sehingga air permukaan hipersalin (banyak mengandung
garam) (Knox, 1986).
c. Estuari
sempurna
Percampuran
sempurna menghasilkan salinitas yang sama secara vertical dari permukaan sampai
ke dasar perairan pada setiap titik. Estuaria seperti ini kondisinya sangat
tergantung dari beberapa faktor antara lain: volume percampuran masa air,
pasang surut, musim, tipe mulut muara dan berbagai kondisi khusus lainnya.
Estuaria percampuran sempurna kadang terjadi atau ditemukan di daerah tropis
khususnya ketika volume dan kecepatan aliran air tawar yang masuk ke daerah
muara seimbang dengan pasang air laut serta ditunjang dengan mulut muara yang
lebar dan dalam (Knox, 1986).
2. Berdasarkan Geomorfologi, Iklim, dan Sejarah Geologinya
estuari dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Estuari dataran pesisir
Estuari ini terbentuk pada akhir
jaman es, ketika permukaan laut menggenangi lembah sungai yang letaknya lebih rendah dibanding dengan permukaan laut itu sendiri.
b. Estuari tektonik
Terjadi karena turunnya permukaaan
daratan sehingga daerah tertentu khususnya didekat pantai digenangi air.
c. Estuari semi-tertutup (gobah)
Terbentuk karena adanya gumuk pasir yang sejajar dengan garis pantai dan
sebagian wilayahnya memisahkan perairan yang terdapat dibelakang gumuk dengan air laut. Keadaan ini menyebabkan
terbentuknya gumuk yang merupakan tempat penampungan bagi air tawar dari
daratan. Salinitas yang terdapat dalam gobah bervariasi tergantung keadaan
iklim, ada tidaknya aliran sungai yang masuk, dan luas wilayah gumuk pasir
membatasi masuknya aliran air laut yang masuk.
d. Fjord
Tipe ini sebenarnya adalah lembah yang telah mengalami pendalaman akibat
gleiser. Kemudian kubangan yang terbentuk digenangi air laut. Tipe ini memiliki
ciri khas berupa suatu ambang yang dangkal pada mulut muaranya (Kramer et
al, 1994).
Jenis Flora dan Fauna (komponen biotik) yang hidup di ekosistem perairan Estuari
Lingkungan estuari merupakan kawasan yang sangat penting
bagi berjuta hewan dan tumbuhan. Pada daerah-daerah tropis seperti di
lingkungan estuari umumnya di tumbuhi dengan tumbuhan khas yang disebut
Mangrove. Tumbuhan ini mampu beradaptasi dengan genangan air laut yang
kisaran salinitasnya cukup lebar. Pada habitat mangrove ini lah kita akan
menemukan berjuta hewan yang hidupnya sangat tergantung dari kawasan lingkungan
ini.
Komponen biotik merupakan komponen-komponen yang terdiri
atas makhluk hidup. Komponen biotik yang terdapat pada Ekosistem Estuari dapat
dikelompokan menjadi:
a. Organisme
autotrop, merupakan organisme yang dapat mengubah bahan organik menjadi
anorganik (dapat membuat makanan sendiri). Organisme autotrop dibedakan menjadi
dua tipe:
- Fotoautotrop
adalah organisme yang dapat menggunakan sumber energi cahaya untuk mengubah
bahan anorganik menjadi bahan organik. Contohnya adalah tumbuhan hijau pada
ekosistem estuari.
- Kemoautotrop
adalah organisme yang dapat memanfaatkan energi dari reaksi kimia untuk membuat
makanan sendiri dari bahan organik (Welch, 1953).
Berbagai
organisme autotrof ini bertindak sebagai produsen, karena kemampuannya untuk
mengubah zat anorganik menjadi organik yang dibutuhkan oleh organisme lain yang
dapat pula disebut sebagai produsen. Di dalam ekosistem estuari dapat
dijumpai berbagai jenis produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat
dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan
beberapa jenis alga, antara lain alga berfilamen seperti Enteromorpha
sp. dan Padina sp. Di dalam kolam air estuari dijumpai
fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata.
b. Organisme
heterotrop, adalah organisme yang memperoleh bahan organik dari organisme lain.
Contohnya hewan, jamur, dan bakteri non autotrop dapat disebut
sebagai konsumen.
Estuari
kaya akan sumber makanan bagi konsumen primer dari rantai makanan. Sumber
makanan utama diperoleh dari besarnya jumlah detritus yang melimpah di dalam
kolam air dan di dasar estuari. Sebagian besar hewan konsumen primer terdapat
di dasar estuari, seperti teritip (Krustasea, Cirripedia), kerang dan keong
(Bivalvia dan Gastropoda) yang berada di permukaan dasar estuari, ataupun hewan
lainnya yang hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Juga tak kalah dengan
predator besar, seperti: Baronang, Kerapu, Kepiting, Cucut, dan
Salmon (Nontji, 1993).
c. Organisme
Pengurai atau dekomposer
Pengurai
atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal
dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena
makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai menyerap
sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang
dapat digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai di daerah estuari
adalah kepiting, kerang-kerangan, bakteri, cacing laut, dan jamur.
C. Peran ekologis
estuaria
Secara singkat peran
ekologi estuaria yang penting adalah sebagai berikut:
a) Merupakan sumber zat
hara dan bahan organik bagi bagian estuari yang jauh dari garis pantai maupun
yang berdekatan denganya lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
b) Menyediakan habitat
bagi sejumlah spesies ikan yang ekonomis penting sebagai tempat berlindung dan
tempat mencari makan (feeding ground).
c) Memenuhi kebutuhan
bermacam spesies ikan dan udang yang hidup dilepas pantai, tetapi bermigrasi
keperairan dangkal dan berlindung untuk memproduksi dan/atau sebagai tempat
tumbuh besar (nursery ground) anak mereka.
d) Sebagai potensi
produksi makanan laut di estuaria yang sedikit banyak didiamkan dalam keadaan
alami. Kijing yang bernilai komersial (Rangia euneata) memproduksi 2900 kg
daging per ha dan 13.900 kg cangkang per ha pada perairan tertentu di texas.
e) Perairan estuaria
secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman
f) Tempat penangkapan dan
budidaya sumberdaya ikan
g) Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan
industry
EKOSISTEM TERUMBU
KARANG
A.
Karakteristik Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan
karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae.
Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas
Anthozoa yang memiliki tentakel.Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua
Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya
dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi ( Ambalika, 2012).
Terumbu Karang adalah bentukan dari
kumpulan hewan dan tumbuhan yang saling bekerjasama membangun sebuah komunitas
bersama. Dan jika kita perhatikan secara seksama, terumbu merupakan kumpulan
dari hewan - hewan kecil yang bernama POL/P. Polip inilah yang tumbuh bersama -
sama dengan tumbuhan kecil lainnya yang disebut ZOOXNATHELLAE ( baca :
zo-zan-the-Iee). Ekosistem adalah Iingkungan hidup (Habitat) serta makhluk
penghuninya yang saling mempengaruhi. Terumbu Karang hidup di perairan laut
yang tidak datam, dengan suhu perairan antara 22 0 hingga
270 Celcius dengan kandungan zat kapur yang tinggi (LIPI,
2007).
Terumbu karang (coral reef)
merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini memiliki
produktivitas organik yang sangat tinggi. Demikian pula dengan keanekaragaman
biota yang ada didalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau
karang yang produktifif hingga kadang-kadang terumbu karang ini diandaikan
seperti oase di tengah gurun pasir yang gersang. Komponen biota yang terpenting
dari terumbu karang ialah hewan kerangka batu, hewan yang tergolong Scleractina
yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Nontji, 1987).
B. Jenis
– Jenis
Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan
Jenisnya
Ada dua jenis terumbu karang yaitu :
1.
Terumbu karang keras (seperti brain
coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang
keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama
ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang
sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan.
2.
Terumbu karang lunak
(seperti sea fingers dan sea whips) tidak
membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang
yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa
disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar
pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna)
yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai
cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.
Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya
Terumbu karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu
:
1. Terumbu karang
tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas
pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman
40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam
proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan
adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau.
Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang
penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari
pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan
berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah
perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang
tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau
karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau),
Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu karang
cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas
dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan
dengan daratan.
4. Terumbu karang
datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga
sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas
sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau
datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan
kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan
Ujung Batu.
Organisme
Yang Berasosiasi Pada Ekosistem Terumbu Karang
Jenis biota yang berasosiasi merupakan
kelompok biota yang khas penghuni daerah terumbu karang. Beberapa diantaranya
bahkan jarang ditemukan pada ekosistem yang lain. Tatanan sistematika hidup
organisme laut terbagi atas dua kelompok besar, yakni tanaman dan hewan.
Beranekaragam jenis tumbuhan dan hewan yang melimpah dan bermacam-macam dapat ditemukan
di dalam ekosistem terumbu karang. Jenis tumbuhan yang biasanya ditemukan hidup
di daerah ekosistem terumbu karang adalah alga (rumput laut). Rumput laut yang
banyak ditemukan di daerah terumbu karang adalah jenis selada laut (Ulva),
Anggur laut (Caulerpa), yang termasuk ke dalam jenis alga hijau serta rumput
laut Eucheuma dan jamur laut (Padina) yang termasuk ke dalam jenis alga coklat.
Jenis hewan yang ada biasanya dari jenis sponge, hydra dan ubur-ubur, Anemon
laut dan karang lunak, mollusca, crustacea, ikan karang, dan reptilia laut.
Pola interaksi dari bermacam-macam jenis
organisme yang ada di dalam ekosistem terumbu karang juga sangat
bermacam-macam. Mulai dari pola interaksi mutualisme, komensalisme,
parasitisme, predatorisme (grazing. Jenis hewan yang biasanya banyak ditemukan
adalah dari filum Echinodermata, yaitu bintang laut, bintang ular, bulu babi,
lilia laut dan teripang. Hewan Echinodermata dapat ditemui di hampir semua
ekosistem, namun keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada ekosistem
terumbu karang.
Salah satu contoh dari pola interaksi
mutualisme yang ada di daerah terumbu karang adalah ikan Giru dan Anemon laut.
Masing-masing dari organisme tersebut mendapat keuntungan, ikan Giru mendapat
perlindungan dari predator dengan bersembunyi di antara Anemon laut. Anemon
laut mendapat keuntungan dalam hal pengadukan air, karena pergerakan aktif dari
ikan Giru, nutrien yang ada di sekitar Anemon laut akan melayang-layang dan
mudah untuk ditangkap (Coremap, 2006).
Kebanyakan jenis hewan yang beraosiasi dengan ekosistem terumbu karang adalah jenis-jenis hewan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satunya adalah dari jenis mollusca, yaitu tiram, siput, cumi-cumi, gurita, sotong, dan lain-lain. Hewan yang ada pada ekosistem terumbu yang baik biasanya akan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya nutrisi dan bahan makanan yang tersedia di dalam ekosistem terumbu karang (Coremap, 2006).
Kebanyakan jenis hewan yang beraosiasi dengan ekosistem terumbu karang adalah jenis-jenis hewan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satunya adalah dari jenis mollusca, yaitu tiram, siput, cumi-cumi, gurita, sotong, dan lain-lain. Hewan yang ada pada ekosistem terumbu yang baik biasanya akan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya nutrisi dan bahan makanan yang tersedia di dalam ekosistem terumbu karang (Coremap, 2006).
C. Peranan
Ekosistem Terumbu Karang
·
Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai
estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata
bahari.
·
Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat
penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas
fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat
melindungi pantai dari abrasi
·
Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber
perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan,
penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan
pariwisata.
·
Penunjang Kehidupan
Oleh karena terumbu
karang merupakan suatu ekosistem, maka ia menunjang kehidupan berbagai jenis
makhluk hidup yang ada di sekitar terumbu karang. Dengan adanya terumbu
karang maka tumbuhan dan hewan laut lainnya dapat tinggal, mencari makan dan
berkembang biak di terumbu karang.\
Contohnya hewan-hewan
laut seperti lili laut, kerang, cacing, dan tumbuhan alga dapat menempel pada
koloni karang keras. Ikan-ikan dapat mencari makan dan bersembunyi dari
incaran hewan pemangsa di balik koloni karang keras.
·
Mengandung Keanekaragaman Hayati yang Tinggi
Jika
hutan hujan tropis memiliki biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem
lainnya dalam tingkatan spesies, terumbu karang memiliki biodiversitas
tertinggi dalam tingkatan filum. Terumbu karang juga merupakan
ekosistem dengan biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem pesisir dan
laut lainnya, dalam unit skala tertentu. Artinya dalam luas 1 km2 di
wilayah terumbu karang mengandung lebih banyak spesies dibandingkan dengan 1 km2 di
wilayah laut dalam.
Terumbu karang di
Indonesia terkenal dengan kekayaan dari biodiversitasnya. Dari sekitar
800 spesies karang keras yang berhasil diidentifikasi di dunia, sekitar 450 di
antaranya ditemukan di Indonesia. Spesies ikan karang Indonesia
sendiri mencapai lebih dari 2.400 spesies (Tomascik dkk.,
1997).
Mengapa biodiversitas
menjadi penting ? Dengan memiliki biodiversitas yang tinggi, maka itu
akan menjadi sumber keanekaragaman genetik dan spesies. Dengan adanya
keanekaragaman genetik yang tinggi maka akan ditemukan banyak variasi dalam
makhluk hidup sehingga tingkat ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan
bertahan hidup suatu makhluk hidup dapat menjadi lebih tinggi. Selain itu
dengan begitu banyaknya spesies maka akan dapat dimanfaatkan untuk sebagai
sumber pangan dan obat-obatan.
·
Pelindung Wilayah Pantai
Terumbu karang, padang
lamun dan hutan bakau merupakan ekosistem yang saling berhubungan.
Terumbu karang-lah yang pertama kali menghalau ombak besar dari laut, agar
tidak merusak daratan. Kemudian ombak tiba di padang lamun maka energinya
akan diperkecil lagi oleh daun-daun tumbuhan lamun. Ketika ombak tiba di
dekat pantai, maka akar dan batang pohon-pohon mangrove akan memperkecil lagi
energi ombak, sehingga ombak tidak merusak pantai. Dengan demikian
kehidupan di sekitar pantai akan terlindung. Terumbu karang bermanfaat
dalam menghalangi pengikisan akibat energi ombak dan arus, sehingga masalah
abrasi pantai akan lebih mudah diatasi.
·
Mengurangi Pemanasan Global
Mungkin kita telah
mengetahui bahwa hutan hujan tropis merupakan “paru-paru dunia” dimana menyerap
gas CO2 hasil pembakaran
sehingga mengurangi pemanasan pada bumi. Terumbu karang pun dinilai
memiliki peran yang sama, karena gas CO2 juga
banyak diserap oleh air laut, dan selanjutnya melalui reaksi kimia dan bantuan
karang, akan diubah menjadi zat kapur yang menjadi bahan baku terumbu
(Muller-Parker & D’Elia, 1997). Dalam proses yang disebut kalsifikasi
ini, karang juga dibantu oleh zooxanthellae (tumbuhan bersel satu yang hidup di
dalam jaringan tubuh karang). Bagaimana hal itu dapat terjadi akan diterangkan
di bagian Biolog Karang.
EKOSISTEM MANGROVE
A.
KARAKTERISTIK EKOSISTEM MANGROVE
Ekosistem mangrove
dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai
berikut:
1.
Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan
bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2.
Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari
maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama.
3.
Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi
ekosistem mangrove itu sendiri Menerima pasokan air tawar yang cukup dari
darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan
salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur.
4.
Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5ºC dan
suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC.
5.
Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan
salinitas mencapai 38 ppt.
6.
Arus laut tidak terlalu deras.
7.
Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran
ombak yang kuat.
8.
Topografi pantai yang datar/landai.
B.
JENIS – JENIS
Flora Mangrove
Flora
mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai
sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan
ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Folora magrove di
bagi atas 3 :
1.
Flora
mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan
kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan
secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai
bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan
mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,
Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
2.
Flora
mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni,
sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas,
contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis,
Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3.
Asosiasi
mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,
Calamus, dan lain-lain.
Fauna Mangrove
Ekosistem mangrove
merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna
yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove
sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.
Fauna mangrove hampir
mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, dan mamalia.
Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat
di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh
Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda,
sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.
C.
PERANAN EKOSISTEM MANGROVE
Menurut Davis,
Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat
sebagai berikut :
- Habitat satwa langka Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
- Pelindung terhadap bencana alam Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
- Pengendapan lumpur Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
- Penambah unsur hara Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
- Penambat racun Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
- Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ) Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
- Transportasi Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
- Sumber plasma nutfah Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
- Rekreasi dan pariwisata Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
- Sarana pendidikan dan penelitian Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
- Memeliharaproses-proses dan sistem alami Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
- Penyerapan karbon Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
- Memelihara iklim mikro Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
- Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
EKOSISTEM PADANG LAMUN
A.
KARAKTERISTIK PADANG
LAMUN’
Perairan pesisir
merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus
sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena
mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat
mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang
secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae)
yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi
atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.
Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air
berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar,
serta berbiak dengan biji dan tunas.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan
maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan
vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu
jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem
(organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik
disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun
adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu
karang.
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi
ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu
karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di
dataran lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat
hutan bakau atau di dataran terumbu karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di
perairan tenang dan terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang
masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara
optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
6. Mampu hidup di media air asin
7.
Mempunyai sistem
perakaran yang berkembang baik.
Padang lamun adalah
ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass)
adalah kelompok tumbuhan
berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil)
yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al.,
1996). Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah
pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih
dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).
Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik
substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori
berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu :
lamun yang hidup di substrat lumpur,
lumpur pasiran,pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara
1997).
Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan
padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat
dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus
laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun
(Zieman 1986). Selain itu rasio biomassa di atas dan dibawah substrat sangat
bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3
pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar
(Burkholder et al. 1959 dalam Zieman 1986).
B. JENIS – JENIS
Daun menyerap hara
langsung dari periran sekitarnya, mempunyai rongga untuk mengapung agar dapat
berdiri tegak di air, tapi tidak banyak mengandung serat seperti tumbuhan rumput di
darat (Hutomo,1997). Sebagian besar lamun berumah dua,artinya dalam satu tumbuhan
hanya ada jantan saja atau betina saja. Sistem pembiakannya ber Lamum di dunia terdiri
atas 2 suku, 12 marga dan 50 jenis. Di Indonesia hanya dijumpai 12jenis yang
termasuk dalam tujuh marga.
Jenis-jenis Lamun
Gambar 3. Lamun jenis
(A) Syringodium
isoetifolium;
(B) Halophila ovalis
(C) Halophila spinulosa; (D) .Halophila
minor;
(E) Halophila decipiens; (F)
Halodule pinifolia
(G) Halodule uninervis; (H) Thalassodendron ciliatum
(I) Cymodocea rotundata; (J)
Cymodocea serrulata;
(K)Thalassia hemprichii;
(L) Enhalus acoroides
C. PERANAN EKOSISTEM PADANG LAMUN
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu
ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem
lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan
jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui bahwa peranan
lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:
1. Sebagai produsen primer
Lamun mempunyai
tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem
lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer
et al. 1975). Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem
terumbu karang (Thayer et al. 1975). Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan
dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu,
padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang
pengembalaan dan makanan berbagai jenis
ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres,
1977).Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi
tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat
sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi,
padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah
erosi (Gingsuburg& Lowestan, 1958). Sebagai pendaur zat hara : Lamun
memegang peranan penting dalam endauran
berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya
zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit. Sedangkan menurut Philips &
Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang
produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang
dibawa melalui tekanan–tekanan dari arus dan gelombang.Daun-daun memperlambat dan
mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.Memberikan
perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang
lamun. Daun–daun sangat embantu organisme-organisme epifit. Mempunyai
produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi. Menfiksasi karbon yang sebagian
besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
2.
Sebagai habitat biota
Padang lamun merupakan
ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota
yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut
seperti ikan, Krustasea, Moluska ( Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.),
Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia
sp.) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Selain mempunyai peran
sebagai produktivitas primer, lamun juga mempunyai peran penting lain yang
mengakibatkan biota disekitar padang lamun memiliki keanekaragaman yang tinggi.
Berikut biota yang sering ditemukan dalam ekosistem padang lamun.
3.
Sebagai
penangkap sedimen
Daun
lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan
ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang
dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan
dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai
penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Gingsburg & Lowestan 1958).
4.
Sebagai
pendaur zat hara
Lamun
memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-elemen
yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh
algae epifit. Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun
merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. ekosistem lamun perairan
dangkal mempunyai fungsi antara lain:
5.
fungsi
padang lamun secara ekologis
Padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting
bagi wilayah pesisir, yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen
dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan
saling menyilang. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan
memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya
di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang
lamun dari sengatan matahari. Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis
yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang
EKOSISTEM RUMPUT LAUT
A.
KARAKTERISTIK
·
Ekosistem rumput laut dunia tengah
menghadapi krisis lingkungan dan perubahan iklim. Setiap tahun, sebanyak 7%
hamparan rumput laut dunia hilang akibat ulah manusia. Tingkat kerusakan ini
diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan kenaikan permukaan air laut
akibat pemanasan global. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan dalam jurnal “Global
Change Biology” yang disusun oleh Dr. Megan Saunders, peneliti dari Global
Change Institute, milik University of Queensland. Ia dan tim bekerja sama
dengan Centre of Excellence for Environmental Decisions (CEED) meneliti
ekosistem rumput laut dunia.
·
Menurut Dr. Saunders, ancaman
terbesar bagi ekosistem rumput laut dunia adalah hilangnya akses terhadap
cahaya matahari. Saat kondisi perairan semakin keruh dan dalam akibat ulah
manusia serta kenaikan air laut, hamparan rumput laut semakin sulit mendapatkan
akses terhadap sinar matahari yang penting bagi pertumbuhannya.
·
Ekosistem rumput laut adalah
ekosistem laut yang sering kali “terlupakan”. “Rumput laut tidak banyak
mendapatkan perhatian dari media maupun pemangku kebijakan sebagaimana terumbu
karang,” tuturnya. Padahal fungsi dari terumbu karang sangat penting bagi
samudra dan masyarakat. Rumput laut dapat menyerap emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar.
Sehingga peran rumput laut dalam mengurangi dampak pemanasan global dan
perubahan iklim juga besar. Rumput laut menyerap 48-112 juta ton karbon setiap
tahun. Saat rumput laut rusak karbon-karbon ini akan terlepas kembali ke
atmosfer memicu pemanasan global. Rumput laut juga membersihkan lautan dengan
cara menangkap sedimen dan nutrisi yang masuk ke laut. Menurut Dr. Saunders
jika kita bisa menjaga luas wilayah rumput laut, kita bisa memerlambat
pemanasan global sekaligus mengembalikan potensi perikanan dunia.
B.
JENIS-JENIS
Rumput
laut merupakan merupakan salah satu
tumbuhan yang masuk ke dalam divisi Thallophyta (tumbuhan berthallus) yaitu
suatu tumbuhan yang akar, batang dan daun yang merupakan bentuk dari batang
(thallus). Rumput laut
memiliki alat perekat atau penempel yang disebut holdfast. Holdfast bukan
merupakan akar seperti yang dimiliki tumbuhan tingkat tinggi yang berfungsi
menyerap air atau nutrien. Holdfast hanya berfungsi sebagai alat penempel pada
substrat yang keras. Selain itu, rumput laut memiliki jaringan yang sederhana;
mereka tidak menghasilkan bunga atau benih seperti yang dimiliki tumbuhan
tingkat tinggi (Sverdrup et al., 2000). Menurut Pulido dan Mc Cook (2008) rumput laut dapat diklasifikasikan menjadi 3 divisi berdasarkan
kandungan pigmennyayang digunakan dalam proses fotosintesis, yaitu: Chlorophyta (hijau), Phaeophyta(cokelat) dan
Rhodophyta (merah)
Tabel 1. Jumlah Spesies dan Sifat Hidup Divisi
Alga (Soegiharto et al., 1992)
No
|
Divisi
|
Jumlah jenis
|
Proporsi
|
Sifat Hidup
|
1
|
Chlorophyta
|
7000
|
13%
|
Bentos
|
2
|
Crysophyta
-Diatome
-Coccolithophoroid
|
|||
6.000-1000
|
96%
|
Planktonik
|
||
200
|
30-50%
|
Planktonik
|
||
3
|
Phyrophyta
-Dinoflagellata
|
|||
1,100
|
93%
|
Planktonik
|
||
4
|
Phaeophyta
|
1,500
|
99,7%
|
Bentos
|
5
|
Rhodophyta
|
4,000
|
98%
|
Bentos
|
6
|
Cyanophyta
|
7,500
|
75%
|
Bentos
|
2.1.1. Phaeophyta (Rumput Laut Cokelat)
Istilah Phaeophyta berasal dari bahasa yunani “phaios” yang
berarti cokelat dan “phyton” tumbuhan: alga cokelat (Pulido dan Mc Cook,
2008). Rumput laut cokelatmerupakan salah satu divisi makroalga dari
kelas Phaeophceae yang berbentuk menyerupai seperti lembaran, bulat
dan menyerupai batang. Thalus dari alga ini berbentuk filamen, bercabang dan
berbentuk seperti lembaran daun. Karakteristik lainnya dari rumput laut tersebut adalah dengan bentuk holdfast yang
menyerupai cakram yang digunakan untuk menempel pada
substrat. Makroalga divisi Phaeophyta (Alga coklat) hidup di
pantai, warna coklat karena adanya pigmen fikosantin (coklat), klorofil a,
klorofil b dan xantofil. memiliki bentuk thalli lembaran, bulat atau menyerupai
batang. Thallus tersebut berwarna coklat, berbentuk filament bercabang dan
bentuk seperti lembaran daun (Dawes, 1981).
Keanekaragaman alga cokelat mencapai lebih dari 250 genus dan 1500
spesies (Norton, et al., 1996 dalam Graham dan Wilcox, 2000).
Selain itu biomassa dari divisi Phaeophyta sangat besar baik di perairan
laut maupun tawar. Bentuk struktur alga ini terdiri dari ukuran filamen
mikroskopik hingga ukuran raksasa seperti giant kelp. Kelp
raksasa dapat menghasilkan tingkat produktivitas hingga mencapai 1 kg C m-2 yr -1,
dengan tingkat pertumbuhan terbesar pada musim dingin. Alga cokelat dapat
membentuk biomassa pada daerah intertidal dan subtidal di seluruh dunia. Daerah
pantai yang kaya akan kepadatan Phaeophycean berada di negara seperti Jepang,
Amerika utara, Australia bagian Selatan, dan Inggris. Selain itu Phaeophycean
tumbuh optimal di perairan tropis dan subtropis (Graham dan Wilcox, 2000)
Rumput laut cokelat atau disebut juga dengan
Phaeophyta umumnya hidup di air laut, khusunya laut yang agak dingin dan
sedang. Biasanya hidup pada perairan sublitoral yaitu alga yang berada di bawah
permukaan air dan intertidal yaitu alga secara periodik muncul
kepermukaan karena naik turun air akibat pasang surut (Graham dan Wilcox,
2000).
2.1.2. Rumput laut Merah (Rhodophyta)
Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “rhodo” yang
berarti cokelat dan “phyton” tumbuhan: alga merah (Pulido dan Mc Cook,
2008). Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari
34 jenis rumput laut merah di Indonesia Rumput laut dari divisi Rhodophyta atau alga merah
memiliki ciri thallus berbentuk silindris, pipih dan lembaran. Thallus
tersebut berwarna merah, ungu, pirang, cokelat dan hijau (Toni, 2006).
Beragamnya warna yang dihasilkan makroalga ini disebabkan oleh pigmen caroten,
fuxoxanthin serta klorofil-a dan c. Dilihat dari bentuknya
kelompok rumput laut ini memiliki
ukuran dan bentuk yang beragam. Kelompok makroalga
merah sebagian besar bersifat
epifit, tumbuh di permukaan substrat yang keras seperti batu dan cangkang
kerang. Alga merah hidup di daerah intertidal dan sub-tidal perairan yang dalam
(Dhargalkar dan Kavlekar, 2004).
Lobban dan Wynne (1981) melaporkan bahwa terdapat
sebanyak 4100 spesies dalam 675 genus Rhodophyta
atau alga merah di
dunia. Namun di Indonesia menurut
Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis rumput
laut merah di Indonesia. Rhodophyta terbagi menjadi 2 kelas yaitu Florideophyceae dan
Bangiophycidae. Menurut Dixon (1973) dalam Lobban dan Wynne (1981) kelas Florideophyceae memiliki 12 famili dimana 3 famili dari kelas ini (8
genus dan 90 spesies) hidup di periran tawar. Selebihnya sebanyak 8 famili dari
kelas Florideophyceae hidup di laut. Sementara itu 1 famili, Acrochaetaetiaceae
tersebar baik di perairan tawar maupun laut. Kelas Bangiophycidae memiliki
5 ordo, 30 genus dan 110 spesies. Sebagian besar spesies dari kelompok ini
hidup di perairan tawar. Rhodophyta
umumnya bersifat autotrof, ada juga yang heterotrof, yaitu yang tidak memiliki
kromatofora dan biasanya parasit pada ganggang lain. Rumput laut dari jenis ini hidup di
perairan yang lebih dalam dibandingkan rumput laut cokelat (Phaeophyta) (Luning, 1990)
2.1.3. Rumput laut hijau (Chlorophyta)
Istilah Rhodophyta berasal dari
bahasa yunani “chloro” yang berarti hijau dan “phyton” tumbuhan: alga
hijau (Pulido dan Mc Cook, 2008). Rumput laut hijau
dikenal sebagai Chlorophyta karena mereka tampak berwarna hijau seperti
kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi dan
bersifat uniseluler maupun multiseluler. Dilihat dari ukurannya, jenis alga
hijau ini terdiri dari berukuran mikroskopik dan makroskopik
(Dhargalkar dan Kavlekar, 2004). Rumput laut ini memiliki thallus berbentuk
membran, filamen, dan tabung (Toni. 2006). Hal ini disebabkan keberadaan
klorofil yang terdapat pada alga hijau tersebut.
C.
PERANAN
Pemanfaatan Rumput Laut
Rumput laut
dari jenis algae merah lebih banyak dibudidayakan dibandingkan rumput laut dari
jenis algae hijau dan coklat. Untuk algae coklat baru Sargasum yang mendapatkan
perhatian, itupun masih sebatas penelitian, sedangkan untuk usaha budidaya
sampai saat ini belum dikembangkan. Algae coklat menghasilkan Alginat.
Sementara itu rumput laut merah khususnya jenis Eucheuma menghasilkan
polisakarida dalam bentuk Agar dan Karagenan. Kedua polisakarida ini banyak
dimanfaatkan di berbagai bidang industri. Oleh karena itu mereka mempunyai
nilai secara ekonomis cukup tinggi. Dan permintaan pasar dunia akan kedua
polisakarida tersebut dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Secara umum
ketiga hasil metabolit sekunder tiga jenis rumput laut di atas memiliki fungsi
yang sama dalam dunia industri yaitu digunakan sebagai bahan pengental,
pensuspensi, penstabil dan pengemulsi.
Pemanfaatan
rumput laut sebagai bahan makanan, kosmetika dan obat-obatan tradisional sudah
lama dikenal oleh masyarakat. Sedangkan pemanfaatannya sebagai bahan industri
yang memungkinkan untuk diekspor atau bahkan sebagai bahan energi alternatif
(blue ocean energy) baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini, sehingga
merangsang pengembangan untuk budidaya rumput laut
·
Agar
Pemanfaatan
utama dari agar adalah "melting point "nya yang tinggi. Dalam dunia
farmasi agar digunakan sebagai laxative untuk constipation yang kronis, sering
dengan penambahan obat-obatan anthraquinone, sebagai motor obat serta sebagai
substrat untuk kultur bakteri agar juga memainkan peranan yang penting. Agar
juga bekerja sebagai stabiliser untuk emulsi, constituent of ointment, lotion,
dll. Hawkins dan O'Neill melaporkan bahwa granuloma akan muncul setelah
diinjeksi dengan agar. Menurut Gerber dkk, agar dan juga karagenan melindungi
embrio ayam melawan infeksi yang disebabkan virus influense B dan mump-virus.
Agar juga dimanfaatkan dalam dunia Kedokteran Gigi. Dalam pratikum di
laboratorium agar dimanfaatkan secara optimal untuk beberapa penelitian. Agar
juga dimanfaatkan dalam dunia tehnologi pangan dan industri.
·
Agarose.
Penggunaan
agarose dalam Immunologi adalah yang sangat menarik sekali. Agarose gel telah
membuktikan lebih banyak digunakan daripada agar gel yang tidak terfraksionasi,
karena kandungan sulfat yang rendah dan sebab memberikan gel yang jernih.
Guiseley melaporkan tentang viscometric determination dari agarose. Ahli
Virologi dan Bakteriologi memerlukan produk agar dengan titik didih yang
rendah.
·
Karagenan.
Karagenan
adalah ekstrak yang tidak berubah dari karagenofit. Carrageenate adalah garam
tertentu dari asam karagenik. Karagenan adalah hidrokoloid yang mengandung
sulfat tinggi. Karagenan sering kali digunakan dalam industri farmasi sebagai
pengemulsi (sebagai contoh dalam emulsi minyak hati), sebagai larutan
granulation dan pengikat (sebagai contoh tablet, elexier, sirup, dll).
Karagenan digunakan juga dalam industri kosmetika sebagai stabiliser, suspensi
dan pelarut. Produk kosmetik yang sering menggunakan adalah salep, kream, lotion,
pasta gigi, tonic rambut, stabilizer sabun, minyak pelindung sinar matahari,
dll. Selain itu ada beberapa kemungkinan dari aplikasi karagenan dalam industri
teknologi pangan dan telah banyak dilakukan penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan masalah ini. Selain tehnik ynag berkualitas, karagenan itu
juga digunakan dalam industri kulit, kertas, tekstil, dll.
·
Klorofil
Klorofil
dibentuk melalui proses fotosintesis di dalam tanaman disimpan pada bagian daun
tanaman. Klorofil kaya akan sumber mineral alami, vitamin, protein, elemen dan
mikro-nutrien. Semua zat-zat tersebut penting untuk menjaga kesehatan, terutama
menyeimbangkan kandungan asam dan basa di dalam tubuh. Membersihkan dan
mengeluarkan racun dari dalam tubuh secara sangat alami dan tanpa efek samping.
Membantu menyeimbangkan hormon dan kandungan asam basa dalam tubuh yang memang
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia guna memaksimalkan kondisi tubuh yang
sehat dan prima, mengandung banyak serat. memberikan pemeliharaan nutrisi dalam
pembentukan darah untuk meningkatkan kadar oksigen dan jumlah sel darah merah
dalam tubuh manusia.
Informasi
terbaru saat ini adalah bahwa struktur kimia dari senyawa klorofil memiliki
bentuk yang hampir sama atau memiliki kemiripan dengan struktur kimia
hemoglobin. Artinya informasi ini bisa dikembangkan lebih lanjut bila melihat
kemiripan sacara struktural senyawanya ada kemungkinan klorofil juga dapat
menggantikan peran dari hemoglobin dengan kata lain subsitusi darah menggunakan
klorofil mungkin dapat terjadi. Dengan demikian kita tidak akan kehabisan stok
darah.
·
Energi Alternatif
Keberadaan
rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus
didukung dan dikembangkan. Rumput laut sebagai biodisel dinilai lebih
kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Dimana, 1 ha lahan rumput laut dapat
menghasilkan 58.700 liter (30% minyak) pertahunnya atau jauh lebih besar
dibandingkan jagung (172 liter/tahun) dan kelapa sawit (5.900 liter/tahun).
Selain itu, rumput laut juga tidak dihadapkan pada masalah baru pada saat
didorong sebagai sumber energi karena rumput laut tidak dikonsumsi setiap hari,
dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama.
Kajian Ekonomi, Sosial, Ekologi dan Biologi
Aspek
ekonomis, rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan
mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Selain itu, rumput laut dapat dijadikan
sebagai bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan menghasilkan bahan
algin, karaginan dan fluseran yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik,
tekstil, dan lain sebagainya.
Dari sudut
pandang lain budidaya rumput laut sangat menguntungkan karena dalam proses
budidayanya tidak banyak menuntut tingkat keterampilan tinggi dan modal yang
besar, sehingga dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga nelayan termasuk
ibu rumah tangga dan anak-anak. Selain itu masa panen atau produksinya relatif
singkat jika dibandingkan dengan budidaya laut yang lain misalnya bandeng,
udang dan kerang. Pangsa pasar rumput laut juga sangat luas baik dalam ataupun
luar negeri. Bahkan untuk tingkat konsumsi (pasar) taraf lokalpun para
pembudidaya masih kualahan untuk mencukupinya, belum lagi ditambah permintaan
luar negeri yang kian hari semakin meningkat, bahkan bisa dikatakan tidak
terbatas.
Ditinjau
dari sisi lahan, usaha budidaya rumput laut tidak banyak kendala. Budidaya
dapat dilakukan dihampir seluruh perairan laut nusantara, namun tergantung pada
jenis dan metode budidayanya serta jenis rumput laut yang akan di budidayakan.
Dari sisi penerapan teknologi, budidaya rumput laut juga jauh lebih mudah,
efisien serta ekonomis dibandingkan teknologi yang digunakan dalam budidaya
produk kelautan lainnya. Dengan adanya aktifitas budidaya tentunya keuntungan
yang bisa didapatkan diantaranya; berkurangnya jumlah pengangguran, meningkatnya
pendapatan masyarakat, bertambahnya pendapatan asli daerah (PAD), persaingan
usaha semakin ketat sehingga roda perekonomian akan terus berjalan dan
terciptanya iklim usaha yang kondusif dan pada akhirnya akan tercipta
kesejahteraan hidup masyarakat.
Aspek
Sosial, perkembangan usaha budidaya rumput laut memberikan keuntungan bagi
kehidupan masyarakat disekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang diperoleh
diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dukungan dari masyarakat sekitar dan nelayan yang beroperasi
diperairan sekitar lokasi budidaya sangat diperlukan. Dengan adanya usaha
budidaya rumput laut ini dan juga tersedianya potensi pasar yang luas
diharapkan mampu menumbuhkan semangat kerja dan semangat berwirausaha
masyarakat setempat.
Aspek
ekologis, komoditas rumput laut memberikan banyak manfaat terhadap lingkungan
sekitarnya antara lain adalah dapat mengkonservasi lahan pesisir terhadap
berbagai aktivitas penangkapan yang tidak berwawasan lingkungan, seperti
penggunaan racun/bom untuk penangkapan ikan. Rumput laut juga merupakan salah
satu bagian penting dari ekosistem pesisir, yang secara ekologis memiliki
peranan dan fungsi ekologis yang sama dengan ekosistem pesisir lainnya seperti;
mangrove, lamun dan karang. Selain untuk mendapatkan keuntungan secara
ekonimis, diharapkan usaha budidaya ini juga merupakan salah satu cara untuk
melestarikan ekosistem rumput laut itu sendiri dan juga turut serta dalam upaya
mengembangkannya yaitu melalui memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan
teknologi misalnya dengan teknik kloning dan sistem kultur.
Aspek
biologis, rumput laut memiliki klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis
di perairan. Sehingga tumbuhan ini memegang peranan sebagai produsen primer penghasil
bahan organik dan oksigen di lingkungan perairan. Aspek dampak lingkungan,
sebagaimana biasanya, budidaya pasti mensyaratkan lokasi yang bebas dari polusi
dan pencemaran air. Selama masa pemeliharaan sampai dengan masa panen, rumput
laut tidak diberikan pakan, akan tetapi rumput laut mendapatkan makanan dan
nutrisi dari yang tersedia di perairan laut. Dengan demikian budidaya rumput
laut ini tidak mencemari dan merusak lingkungan disekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar